Logo Balai Karantina Pertanian Kelas II Ternate

Balai Karantina Pertanian Kelas II Ternate

Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian

Heboh Selada Berbakteri, Inilah Jaminan Keamanan Pangan Negeri Ini

Oleh: Khori Arianti, S.Si (POPT Ahli BKP Kelas II Ternate). Artikel ini sudah dimuat di harian Malut Post, edisi 27 November 2018.

Lima puluh orang di Kanada sakit setelah mengonsumsi Selada Romaine. Diduga, selada tersebut mengandung bakteri Escherichia coli. Kasus ini tentu meresahkan masyarakat hingga akhirnya Amerika Serikat dan Kanada pun melarang penjualan selada tersebut. Amerika Serikat bahkan mengimbau warganya untuk tidak mengonsumsi Selada Romaine dalam bentuk apapun sampai mereka mempelajari lebih lanjut masalah ini.

Kasus selada ini rupanya juga berimbas ke Indonesia. Masyarakat khawatir dengan selada yang beredar di pasaran, apakah diimpor dari Kanada dan Amerika Serikat atau bukan. Banun Harpini, Kepala Badan Karantina Pertanian sudah memastikan bahwa Indonesia tidak membuka kebijakan impor selada baik dari Kanada maupun Amerika Serikat. Jadi, selada yang beredar di pasaran jelas bukan jenis Selada Romaine dari kedua negara yang sedang terjangkit wabah E. coli. Hanya saja, kebiasaan masyarakat Indonesia yang suka membawa oleh-oleh saat berkunjung ke luar negeri patut diwaspadai. Oleh karena itu, karantina memperketat pengawasan di tempat-tempat pemasukan untuk mengantisipasi masuknya Selada Romaine dari kedua negara.

Jaminan Keamanan Pangan dalam Kebijakan Impor PSAT

Wajar, ketika timbul keresahan dalam masyarakat atas kasus selada ini. Masyarakat tentu membutuhkan jaminan keamanan pangan, termasuk dalam produk-produk impor yang dikonsumsinya. Untuk itulah karantina sebagai garda terdepan dalam pemeriksaan kesehatan produk impor senantiasa siaga di tempat-tempat pemasukan.

Sebenarnya, pemerintah telah menetapkan aturan ketat dalam impor Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT), termasuk sayuran dan buah segar. PSAT adalah pangan asal tumbuhan yang belum mengalami pengolahan dan dapat dikonsumsi secara langsung dan/atau dapat menjadi bahan baku pengolahan pangan. Ketatnya aturan terlihat dari banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi eksportir di negara asal saat akan memasukkan produk-produk PSAT sesuai Permentan Nomor 55 tahun 2016 tentang Pengawasan keamanan pangan terhadap pemasukan PSAT.

Phytosanitary Certificate (PC) atau sertifikat kesehatan dari negara asal yang menyatakan bahwa produk pertanian tersebut bebas dari Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) menjadi syarat mutlak bagi masuknya komoditas tumbuhan dan produk turunannya dari luar negeri. Selain itu, jika PSAT berasal dari negara yang telah mendapatkan pengakuan sistem pengawasan keamanan PSAT (rekognisi), maka keterangan PSAT (prior notice) juga menjadi persyaratan yang harus dipenuhi. Jika keduanya tidak terpenuhi, maka dilakukan tindakan penolakan. Artinya, produk PSAT tersebut harus dikembalikan ke negara asal.

Jika PSAT berasal dari negara yang memiliki laboratorium penguji PSAT yang telah diregistrasi, maka selain PC dan prior notice, diperlukan sertifikat hasil uji (Certificate of analysis). Sementara itu, jika PSAT tidak berasal dari negara yang telah mendapatkan rekognisi maupun tidak memiliki laboratorium penguji PSAT yang diregistrasi, maka pemasukan PSAT harus dilengkapi dengan sertifikat keamanan pangan.

Pengawasan terhadap pemasukan PSAT dari luar negeri bertujuan melindungi masyarakat dari cemaran kimia dan biologis yang melebihi ambang batas yang telah ditetapkan. Cemaran kimia yang menjadi target pemeriksaan produk impor PSAT meliputi residu pestisida dan logam berat, sementara cemaran biologis meliputi cemaran mikroba. Untuk produk selada, ambang batas cemaran mikroba E. coli yang ditetapkan yaitu kurang dari 3/g.

E. coli sendiri sebenarnya bakteri yang biasa ditemukan dalam usus manusia. Ada beberapa jenis bakteri E. coli dan sebagian besar tidak berbahaya. Hanya beberapa jenis bakteri E. coli yang dapat menimbulkan gejala sakit, seperti kram perut, diare yang bercampur darah, hingga muntah-muntah. Biasanya, E. coli dapat mencemari makanan karena sanitasi yang buruk. Air tanah yang tercemar kotoran manusia dan binatang juga dapat menyebabkan bakteri ini mengontaminasi berbagai komoditas pertanian, termasuk selada dan sayuran lainnya.

Panjang dan rumit, memang demikian adanya. Tidak mudah bagi produk PSAT luar negeri untuk masuk ke Indonesia. Belum lagi proses panjang yang harus dilalui oleh suatu negara saat mengajukan permohonan pengakuan sistem pengawasan keamanan PSAT ataupun registrasi laboratorium penguji keamanan pangan. Semua itu memang untuk memberikan perlindungan dan jaminan bagi masyarakat atas keamanan pangan produk impor.

Konsumsi Produk Lokal, Sejahterakan Petani Nusantara

Pemerintah memang telah berupaya keras dalam memberikan jaminan keamanan produk sayuran impor. Namun, berkaca dari kasus Selada Romaine ini, tampaknya kita diingatkan untuk lebih memperhatikan, mencintai, dan mengonsumsi sayuran lokal. Lebih segar dan aman.

Sayuran Indonesia sebenarnya juga tidak kalah dengan sayuran impor. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2017 tercatat 17 jenis sayuran semusim Indonesia telah dieskpor ke sejumlah negara dengan total nilai ekspor mencapai 14,48 juta US$. Bawang merah menjadi komoditas penyumbang devisa terbesar. Selain itu, kubis, lobak, wortel, bayam, buncis, dan labu siam Indonesia juga menjadi komoditas ekspor yang banyak diminati pasar dunia.

Di Maluku Utara sendiri, produksi sayuran tomat dan terung cukup melimpah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Maluku Utara, produksi tomat selama tahun 2016 sebanyak 4338 ton dan terung 3759 ton (Maluku Utara dalam Angka, 2017). Kabupaten Halmahera Barat masih menjadi tempat produksi terbesar bagi kedua komoditas tersebut.

Selain jumlah produksi yang melimpah, cita rasa sayuran lokal pasti lebih  segar. Rantai distribusi dari petani hingga konsumen yang cenderung lebih pendek dibandingkan sayuran impor membuat sayuran lokal tidak memerlukan bahan ataupun metode pengawetan yang berlebihan. Tentu, kondisi inilah yang membuat sayuran lokal lebih sehat.

Konsumsi produk lokal tentu akan meningkatkan kesejahteraan petani nusantara. Saat ini, petani lokal mempertaruhkan nasibnya dengan serbuan produk impor. Memang, secara tampilan luar, produk lokal kadang kalah menarik dibandingkan produk impor. Ini yang menjadi kelemahan produk lokal kita. Memperbaiki kemasan dan kesadaran untuk mengonsumsi produk lokal tentu akan menjadi angin segar bagi petani untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Jika bukan kita sendiri yang mencintai produk lokal, siapa lagi? Inilah saatnya nasionalisme kita diuji.

Bagikan:

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on whatsapp
WhatsApp
Share on pinterest
Pinterest
Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp
Share on pinterest

Berita Lainnya:

Translate »
Skip to content